Î)ur tA$s% /u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkÏù `tB ßÅ¡øÿã $pkÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR
x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB w tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ
Artinya: ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui."
Q.S. Al Baqarah : 30
Entah sejak kapan setiap pemimpi –ketua
umum- di HMI dilingkup cabang Yogyakarta dipanggil dengan sebutan imam. Tak menutup
juga terjadi di HMI Komisariat FTI UII. Terus terang, saya belum bisa menemukan
secara pasti kapan tradisi ini ada dan siapa yang memulainya serta apa maksud
sebenarnya. Saat ini yang saya peroleh hanyalah warisan kebiasaan yang telah
ada secara empiris diturunkan ke generasi selanjutnya. Sebagai generasi yang
cukup jauh dari peletakan batu pertama penulisan sejarah ini, saya menganggap
penting untuk mengetahui sebab-musabab kebiasaan ini muncul sehingga kita tidak
akan menjadi generasi latah dan menganggapnya sebatas sapaan ringan. Karena disadari
atau tidak, kita tidak mampu memaknainya secara baik, dan hanya dimaknai
sebatas formalitas struktural organisasi.
Padahal
makna imam itu sendiri sangatlah luas. Jika ditinjau secara terminolog Islam
pemimpin biasanya disebut “imam” sedangkan hal yang menyangkut kepemerintahan
disebut “imamah”. Urgensi seorang imam disebutkan dalam Alqur’an: Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil
amri (pemimpin) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (Q.S. An Nisaa [4]: 59)
Ada
yang salah seorang kanda dala sebuah forum rapat anggota mengatakan bahwa kita
menyebut pemimpin kita dengan isilah Imam merunut pada teknis sholat berjamaah.
Dalam sholat berjamaah, imam berarti orang yang di depan. Jika ditinjau secara
harfiyah, imam berasal dari kata amma,
ya’ummu yang artinya menuju, menumpu
dan meneladani. Ini berarti seorang imam atau pemimpin harus selalu di depan
guna memberi keteladanan atau kepeloporan dalam segala bentuk kebaikan.
Dari
sedikit penjelasan diatas, dapat kita lihat betapa besar makna kita menyebut
pemimpin kita sebagai imam. Sebagai kader kita menggantungkan tujuan kita
kepada imam yang mengendarai “kendaraan besar” HMI. Konsekuensi logis dari hal
tersebut adalah kita akan berlaku sami’na
wa atha’na terhadap imam kita meski kadang segala arahan yang diberikan
sangat bertentangan dengan ego kita. Sebagaimana dalam sholat berjamaah, ketika
imam kita rukuk maka kita –kader- sebagai makmum wajib untuk rukuk juga. Namun,
bukan berarti apa yang diucapkan atau yang diperintahkan oleh imam selalu
dibenarkan secara mutlak meski itu salah. Kita juga berkewajiban untuk
mengingatkan imam kita bahwa tindakannya itu salah namun dilakukan dengan cara
santun. Karena sejatinya kepatuhan kita terhadap imam merupakan manifestasi
kepercaan kita memilihnya sebagai pemimpin.